3/19/2012

SEBAB-SEBAB MILKIYAH



            Harta berdasarkan sifatnya bersedia dan dapat dimiliki oleh manusia, sehingga manusia dapat mamiliki suatu benda. Harta yang dikuasai manusia pada hakekatnya adalah milik Allah SWT. Kedudukan manusia hanyalah sebagai makhluk yang diberi amanah (kepercayaan) untuk menguasai dan mendayagunakan harta tersebut sesuai petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya. Walaupun demikian tidak semua manusia dapat menguasai atau memilikinya sehingga ia dapat dengan bebas mendayagunakannya. Faktor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain:

A.     Ihrazul muhabat (eksplorasi), yaitu memiliki benda-benda yang boleh dimiliki, atau menempatkan sesuatu yang boleh dimiliki disesuatu tempat untuk dimiliki.
المَالُ الّذي لَمْ يَدْخُلُ فِى مِلْكِ مُحْتَرَمٍ وَلَا يُوْجَدُ مَاتِعٌ شَرْعِىٌّ مِنْ تَمَلُّكِهِ
“harta yang tidak masuk kedalam milik yang dihormati (milik seseorang yang sah) dan tak ada pula sesuatu penghalang yang dibenarkan syara’ dari memilikinya.”
            Inilah yang dikatakan mubah. Seperti air yang tidak dimiliki seseorang, rumput dan pepohonan dihutan belantara, binatang buruan dan ikan-ikan dilaut, ini semua adalah barang mubah. Semua orang dapat memiliki apa yang disebutkan itu. Apabila dia telah menguasai dengan maksud memiliki, menjadilah miliknya. Menguasai dengan maksud memiliki itu dikatakan ihraz. Kemudian memiliki benda-benda yang mubah dengan jalan ihraz, memerlukan dua syarat :
Pertama : janganlah benda itu diihrazkan orang lain terlebih dahulu. Umpamanya, apabila seseorang telah mengumpulkan air hujan dalam suatu wadah dan dibiarkan air hujan itu, tidak diangkat ketempat lain umpamanya, maka orang lain tidak berhak lagi mengambil air dalam wadah itu karena air ini tidak merupakan barang mubah lantaran telah diihrazkan oleh seseorang. Maka karena itulah qa’idah berkata :
مَنْ سَبَقَ إِلىَ مُبَاحٍ فَقَدْ مَلَكَهُ
“barang siapa mendahului yang lain kepada sesuatu yang mubah bagi semua orang, maka sesungguhnya ia telah memilikinya.”
            Kedua : tamalluk, maksudnya jikalau seseorang memperoleh suatu benda mubah, dengan tidak maksud memilikinya, tidaklah benda itu menjadi miliknya. Umpamanya seorang pemburu meletakkan jaring penangkap lalu terjeratlah seekor binatang buruan, maka jika ia meletakkan jaringannya sekedar mengeringkan jaring itu, tiadalah dia berhak memiliki binatang buruan yang terjerat oleh jaringannya. Orang lain masih boleh mengambil binatang itu dan memilikinya. Dan yang mengambil itulah dipandang muhriz, bukan pemilik jaring.


B.      Aqad (transaksi)
إِرْبِتَاطُ إِيْجَابٍ بِقَبُوْلٍ عَلَى وَجْهٍ مَشْرُوْعٍ يَظْهَرُ أَثَرُهُ فِى مَحَلّهِ
“Perikatan ijab dengan kabul secara yang disyari’atkan agama nampak bekasannya pada yang diakadkan itu”
Akad, yaitu pertalian atau keterikatan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syari’ah (Allah dan Rasulnya) yang menumbulkan akibat hukum pada obyek akad. Seperti akad jual beli, hibah dan wasiat. Akad merupakan sumber utama kepemilikan.
Masuk kedalam uqud, dari segi menjadi sebab milkiyah atau malakiyah yaitu :
a.      Uqud jabariyah, yaitu aqad-aqad yang harus dilakukan berdasarkan kepada keputusan hakim, seperti menjual harta orang yang berhutang secara paksa. Maka penjualan itu salah, walaupun dia menjual karna dipaksa oleh hakim, dan hakim memaksa menjual karang itu untuk membayar hutang kepada orang lain.
b.      Istimlak untuk masiahat umum. Umpamanya tanah-tanah yang disamping masjid, kalau diperlukan untuk masjid, harus dapat dimiliki oleh masjid dan harus pemilik yang menjualnya

C.      Khalafiyah (pewarisan)
Khalafiyah adalah berpidahnya sesuatu menjadi milik seseorang karena kedudukannya sebagai penerus pemilik lama atau kedudukannya sebagai pemilik barang tertentu yang telah rusak atau musnah dan digantikan dengan sesuatu yang baru oleh orang yang merusakkannya.
حُلُوْلُ شَخْصٍ اَوْ شَيْءٍ جَدِيْدٍ مَحَلَّ قَدِيْمٍ زَائِلٍ فِى الحُقُوْقِ
“bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru di tempat yang lama yang telah hilang, pada berbagai macam rupa hak”
Khalafiyah ini ada dua macam :
a.      Khalafiyah syakhsy’an syakhsy dan itulah yang dikatakan irts dalam istilah kita.
Irts adalah khalfiyah dimana si-waris menempati tempat si murrits dalam memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh muarrist, yang dinamakan tarikah dan tentang segala masuliyah-masuliyah maliyah terhadap tarikah itu.
Maka apabila yang meninggal tidak meninggalkan harta atau harta itu kurang dari jumlah hutangnya, maka si-waris tidak bertanggung jawab terhadap hutang itu. Karena irts sebab bagi memiliki harta, bukan sebab membayar hutang. Karena inilah tidak diharuskan membayar hutang-hutang si muwarits.
b.      Khalafiyah syai’an syaiin dan itulah yang dikatakan tadlmin, atau ta’widl (menjamin kerugian).
Apabila seseorang merupakan milik orang lain, atau menyerobot barang orang lain, kemudian rusak ditangannya  atau hilang, maka dalam keadaan ini wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian-kerugian sipemilik harta. Karena demikian, orang yang dirugikan berhak menerima iwadl. Dalam hal ini masuklah diat, dan arsyul jinayat.

0 komentar:

Posting Komentar