4/18/2013

Akad-akad Sertifikat Bank Indonesia

A.PENDAHULUAN
            Dalam kegiatan perekonomian, telah sama-sama kita ketahui bahwa dikenal adanya siklus ekonomi. Dimana ada saatnya ekonomi mengalami ekspansi sampai resesi. Resesi timbul salah satunya dikarenakan oleh overheating dimana salah satunya disebabkan oleh erlalu banyaknya uang beredar yang dapat menyebabkan inflasi. Inflasi sendiri merupakan suatu keniscayaan dalam perekonomian yang menggunakan fiat money.  Untuk menjaga kestabilan ekonomi,  Bank Indonesia bertugas untuk menjaga kestabilan  rupiah dengan mengatur jumlah uang beredar yang salah satunya melalui operasi pasar terbuka. Salah satu instrumen dalam operasi pasar terbuka tersebut adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang digunakan untuk menyerap kelebihan likuiditas yang ada dimasyarakat. SBI ini diperjualbelikan antara Bank Indonesia selaku penerbit dengan Bank-Bank Umum. Sistem yang digunakan adalah sistem bunga.

            Seiring tumbuhnya perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia juga melirik bank syariah dalam rangka menjaga kestabilan moneter. Akan tetapi sangat tidak dimungkinkan Bank syariah membeli SBI dikarenakan SBI menggunakan sistem bunga. Untuk itu, Bank Indonesia mencari alternatif lain sebagai Instrumen pengendalian moneter yang dapat diterapkan pada bank syariah. Instrumen yang pertama diterbitkan adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Akan tetapi, SWBI tersebut dianggap belum terlalu efektif. Untk itu, Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai  pengganti SWBI.
            Dalam penerbitan SBIS ini, tentu saja perlu ditelaah terlebih dahulu apakah SBIS ini telah memenuhi Sharia compliance atau tidak. Baik dari akad yang digunakan, maupun dari proses penerbitannya. 
            Sementara ini, akad yang digunakan dalam Sertifikat bank Indonesia syariah ni adalah akad ju’alah. Dalam makalah ini, kita akan membahas sudah sesuai syariahkah penerbitan SBIS ini.


B. PEMBAHASAN
a. Pengertian
            Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 12/11/2010, Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
            Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan  salah satu instrumen kebijakan moneter yang digunakan Bank Indonesia dalam melakukan operasi pasar terbuka untuk menyerap kelebihan likuiditas di pasar.
            Selain Serifikat Bank Indonesia, terdapat pula instrumen kebijakan moneter yang lain yang disebut Sertifikat Bank Indonesia Syariah ( SBIS).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berdasarkan jangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia[1].

b. Landasan Hukum
Berdasarkan fatwa DSN MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), yang menjadi landasan hukum diterbitkannya SBIS adalah sbb:
1.Firman Allah Swt.

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas suka rela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sungguh Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa:29)
“...Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.(Al-Baqarah:275)

“Hai orang-orang yang beriman ! Penuhilah akad kalian...”
(Al-Maidah:1)

“Maka, Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutang-nya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...”
(Q.S Al-Baqarah : 283)


Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sessungguhnya Allah Maha  Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. An-Nisa:58)

“Dan tolong menolonglah dalam kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan  takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
(Q.S. Al-Maidah:2)

2. Hadits Nabi Saw.
“ Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi amanat kepadamu dan jangan kamu mengkhianati orang yang menghianatimu”. (H.R. Abu Dawud dan Tirmizi)

“Kaum muslimin  terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali  syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.(HR. Tirmidzi  dar‘Amr bin’Auf)

3. Kaidah fikih
“Pada dasarnya segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya.”
(As-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadzair,60)







“Tindakan Imam [pemegang otoritas] terhadap rakyat harus mengikuti maslahat.”(As-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nadzair,121)

“Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”( As-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nadzair)

c. Konsep Dasar  SBI (Konvensional)
            Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan sebagai surat pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem  diskonto. Adapun karakteristik SBI adalah sebagai berikut[2].
1.      SBI mamiliki satuan unit sebesar Rp 1000.000,00( satu juta rupiah)
2.      Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
3.      SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
4.      Nilai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) sebagai berikut .
5.       Nilai diskonto dihitung sebagai berikut:
Nilai Diskonto= Nilai Nominal-Nilai Tunai
6.      SBI diterbitkan tanpa warkat ( Scriptless)
7.      SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

SBI sendiri diterbitkan melalui mekanisme lelang dan berdasarkan target kuantitas dengan memperhatikan tingkat suku bunga / diskonto yang terjadi.
d. Model Praktek di Lembaga Keuangan Konvensional
Adapun proses  pelaksanaan dan pengajuan penawaran Lelang adalah sebagai berikut[3].
1.       Pada hari pelaksanaan Lelang SBI, peserta langsung mengajukan penawaran Lelang SBI kepada bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Utang (OPU-DPM) melalui sarana BI-SSSS dari pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB.
2.       Pengajuan penawaran Lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 meliputi penawaran kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka waktu SBI yang akan diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap peserta Lelang SBI sekurang-kurangnya 1.000 unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b.      Penawaran tingkat diskonto adalah dengan kelipatan 0,0625% (enam ratus dua puluh lima per satu juta).
3.       Mekanisme pengajuan penawaran Lelang SBI melalui BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
Dalam pengajuan Lelang SBI, Bank dapat melakukan penawaran  langsung kepada Bank Indoneisia, maupun melaui pialang. Sedangkan masyarakat hanya boleh melakukan penawaran lelang melalui pialang atau jasa bank. Secara sederhana dapat kita gambarkan sebagai berikut.
Sumber: Leaflet SBI
Sebagaimana kita tahu, bahwa SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Perdagangan SBI ini dapat dilakukan oleh bank dengan Bank Indonesia maupun dengan antar Bank. Dalam hal perdagangan SBI dengan Bank Indonesia  maka dilakukan secara Repurchase Agreement  atau dikenal dengan SBI Repo[4]. Sementara untuk perdagangan SBI antar Bank dapat dilakukan secara Repo atau Out Right[5].
SBI yang dapat ditransaksikan dalam perdagangan SBI yang dilakukan antar bank adalah SBI yang masih memiliki sisa jangka waktu lebih dari 1 hari kerja. Setelmen transaksi SBI dalam hal ini harus dilakukan melalui mekanisme Delivery Versus Payment[6].
Keuntungan bank yang didapatkan dalam Lelang SBI ini adalah berupa bunga yang dibayarkan oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo.

e. Problem Kesyariahan
            Akad dalam transaksi SBI ini  pada dasarnya adalah bentuk akad utang-piutang antara Bank Indonesia  dengan bank. Akan tetapi, dalam praktiknya terdapat unsur bunga yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah dalam Firman-Nya:
“...Dan Allah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba..( Al-Baqarah:275)
            Selain itu, karakteristik SBI yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder juga menyalahi syariat. Karena sama saja dengan memperjualbelikan utang yang dilarang syariat.




F. Konsep Alternatif Syariah
            keberadaan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter memiliki tingkat keberhasilan yang signifikan.  Akan tetapi SBI dengan sistem diskontonya tentu saja membuat bank syariah tidak dapat ikut serta dalam upaya pengendalian jumlah uang beredar tersebut. Untuk itu, kemudian Bank Indonesia menyiapkan instrumen lain berupa Sertifikat Wadiah Bank Indnesia. Akan tetapi, karakteristik dasarnya yang berprinsip wadiah rupanya kurang efektif . Maka dari itu, untuk meningkatkan efektifitas pengendalian moneter, maka Bank Indonesia menyiapkan sebuah instrumen yang bernama Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
            SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia[7].  SBIS tentu saja tidak menggunakan sistem diskonto. Akad yang dapat digunakan dalam SBIS adalah akad[8]:
a. Mudharabah (Muqaradhah)/Qiradh
b. Musyarakah
c. Ju'alah
d. Wadi'ah
e. Qardh
f. Wakalah
           
            Dari keenam akad di atas, yang saat ini telah digunakan hanyalah SBIS berdasarkan akad Ju’alah. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh//ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Adapun dasar hukum Ju’alah adalah sebagai berikut.
“Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja; dan siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”.( Q.S. Yusuf:72)

“Sekelompok sahabat Nabi SAW melintasi salah satu kampung orang Arab. Penduduk kampung tersebut tidak menghidangkan makanan kepada mereka. Ketika itu, kepala kampung disengat kalajengking. Mereka lalu bertanya kepada para sahabat: ’Apakah kalian mempunyai obat, atau adakah yang dapat me-ruqyah (menjampi)?’ Para sahabat menjawab: ’Kalian tidak menjamu kami; kami tidak mau mengobati kecuali kalian memberi imbalan kepada kami.’ Kemudian para penduduk berjanji akan memberikan sejumlah ekor kambing. Seorang sahabat membacakan surat al-Fatihah dan mengumpulkan ludah, lalu ludah itu ia semprotkan ke kepala kampung tersebut; ia pun sembuh. Mereka kemudian menyerahkan kambing. Para sahabat berkata, 'Kita tidak boleh mengambil kambing ini sampai kita bertanya kepada Nabi SAW.' Selanjutnya mereka bertanya kepada beliau. Beliau tertawa dan bersabda, 'Lho, kalian kok tahu bahwa surat al-Fatihah adalah ruqyah! Ambillah kambing tersebut dan berilah
saya bagian.'" (HR. Bukhari).
           
Rukun Ju’alah:
a.       Sighat, hendaknya kalimat itu mengandung arti izin kepada yang akan
b.      bekerja juga tidak ditentukan waktunya.
c.       Ja’il, yaitu pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan.
d.      Maj’ul lah , adalah pihak yang melaksanakan ju’alah.
e.       Maj’ul alaih, adalah pekerjaan yang dilaksanakan.
f.       Upah
Adapun syarat sahnya Ju’alah adalah sebagai berikut.
a.       Orang yang menjanjikan upah atau hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum. Yaitu; Baligh, berakal, dan cerdas.
b.      Objek Ju’alah harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah.
c.       Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang berharga atau bernilai dan jelas juga nilainya.
d.      Ijab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah walaupun tanpa ucapan qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan.
e.       Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut hukum syara’.

g.    Praktik di Lembaga Keuangan Syariah
Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan); Bank Syariah bertindak sebagai maj’ullah (penerima pekerjaan); dan objek/underlying Ju’alah(mahall al-‘aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dalam hal supaya akad ini menjadi sah, rukun dan syarat Ju’alah pun harus dipenuhi.
Ketentuan akad SBIS Ju’alah[9] :
1.      SBIS ju’alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
2.      Dalam SBIS ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il ( pemberi pekerjaan ); Bank Syariah bertindak sebagai maj’ul lah ( penerima pekerjaan); dan objek/underlying Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menepatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.
3.      Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penertiban SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya.
Ketentuan hukum dari SBIS Ju’alah adalah sebagai berikut[10].
1.             Bank Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/‘iwadh/ju’l) yang telah dijanjikan kepada Bank Syariah yang telah membantu Bank Indonesia dalam upaya pengendalian moneter dengan cara menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu, melalui "pembelian" SBIS Ju'alah.
2.             Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui SBIS adalah wadi’ah amanah khusus yang ditempatkan dalam rekening SBIS-Ju’alah, yaitu titipan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak boleh ditarik oleh Bank Syariah sebelum jatuh tempo.
3.         Dalam hal Bank Syariah selaku pihak penitip dana (mudi’) memerlukan likuiditas sebelum jatuh tempo, ia dapat me-repokan SBIS Ju’alah-nya dan Bank Indonesia dapat mengenakan denda (gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta'zir.
4.             Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju’alah kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo.
5.             Bank syariah hanya boleh/dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya pada SBIS Ju’alah sepanjang belum dapat menyalurkannya ke sektor riil.
6.             SBIS-Ju’alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjual-belikan (non tradeable) atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi bank syariah.

SBIS diterbitkan dalam satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 dengan mekanisme lelang. Berjangka waktu 1-12 bulan. SBIS ini juga diterbitkan tanpa warkat. Selain itu, SBIS ini dapat diagunkan kepada Bank Indonesia akan tetapi tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Penerbitan SBIS ini juga menggunakan sistem Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)[11]. Dalam penerbitannnya, Bank Indonesia mengumumkan seberapa besar target penyerapan likuiditas yang ingin dicapai.
Pengagunan SBIS kepada Bank Indonesia sesungguhnya merupakan transaksi Repo SBIS yang menggunakan akad Qardh dan Rahn. Kemudian, Bank Indonesia menetapkan dan mengenakan biaya atas Repo SBIS tersebut.
            SBIS  ini hanya dapat dimiliki oleh Bank Umum Syariah( BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang telah memenuhi  persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) tertentu. Adapun pengajuan lelangnya dapat dilakukan secara langsung oleh BUS atau UUS kepada Bank Indonesia, maupun melalui perusahaan pialang pasar uang rupiah dan/atau Valuta asing.
            BUS atau UUS wajib memiliki saldo rekening Giro dan Rekening surat berharga yang cukup untuk melakukan penyelesaian pembelian SBIS. Selain itu, Bagi BUS atau UUS  yang mengajukan Repo SBIS wajib memiliki saldo rekening giro dan saldo rekening surat berharga  yang cukup untuk memenuhi kewajiban penyelesaian Repo SBIS. Jika tidak memenuhi dua kewajiban tersebut, maka transaksi SBIS dinyatakan batal.
            Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada BUS atau UUS atas transaksi yang dinyatakan SBIS yang dinyatakan batal tersebut berupa[12]:    

a.       Teguran tertulis; dan
b.      Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu persepuluh ribu) dari nilai transaksi SBIS yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap transaksi SBIS yang dinyatakan batal.
            Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana disebutkan diatas, dalam hal BUS atau UUS melakukan Transaksi SBIS dan/atau transaksi operasi moneter syariah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah, yang dinyatakan batal sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan operasi moneter syariah selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.

            Contoh Pembatalan Transaksi dan Penghitugan Sanksi[13]

Contoh-1:
BUS “A” pada hari lelang mengikuti 2 (dua) lelang SBIS masing-masing lelang SBIS berjangka waktu 1 bulan dan 3 bulan dengan status penyelesaian Setelmen Dana atas hasil lelang SBIS yang dimenangkan sebagai berikut :

Jenis Lelang
Lelang
yang dimenangkan (Rp.miliar)
Status  Setelmen sampai  dengan cut-off warning
SBIS 1 bulan
50
Complete
SBIS 3 bulan
75
Settlement pending karena saldo Rekening giro tidak cukup

·          Pembatalan hasil lelang SBIS dihitung 1 (satu) kali untuk lelang SBIS 3 bulan.
·          Sanksi kewajiban membayar dikenakan sebesar 1 ‰ x Rp75 miliar = Rp75juta










Contoh-2:
BUS “A” pada hari lelang mengikuti 2 (dua) lelang SBIS masing-masing lelang SBIS berjangka waktu 1 bulan dan 3 bulan dengan status penyelesaian Setelmen Dana atas hasil lelang SBIS yang dimenangkan sebagai berikut :

Jenis Lelang
Lelang
yang dimenangkan (Rp.miliar)
Status  Setelmen sampai  dengan cut-off warning
SBIS 1 bulan
50
Settlement pending karena saldo Rekening giro tidak cukup
SBIS 3 bulan
75
Settlement pending karena saldo Rekening giro tidak cukup

Pembatalan transaksi lelang SBIS dihitung 2 (dua) kali yaitu untuk   1 bulan dan lelang SBIS 3 bulan.
·         Sanksi kewajiban membayar dikenakan sebesar Rp125 juta yaitu
 (1 ‰ x Rp50 miliar) + (1 ‰ x Rp75 miliar)

Ketika SBIS ini jatuh tempo, maka Bank Indonesia mengembalikan dana milik Bank beserta upah atas jasa membantu Bank Indonesia dalam pengendalian moneter. Adapun besaran upah yang diberikan disesuaikan dengan tingkat bunga SBI.

Contoh Penghitungan Imbalan SBIS[14]
Contoh -1
Tanggal lelang             : 5 Maret 2008
Jangka waktu SBIS    : 1 bulan (28 hari)
Tanggal setelmen        : 5 Maret 2008
Tanggal Jatuh Waktu : 2 April 2008
Tingkat diskonto SBI 1 bulan : 8 % (Lelang SBI dengan metode Fixed Rate
Tender)
Nominal SBIS yang dimenangkan BUS “A” sebesar Rp.1.000.000.000,00, maka
besarnya imbalan yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah
sebesar Rp6.222.222,22 dengan rincian perhitungan sebagai berikut :
Nominal SBIS 1 bulan yang dimenangkan BUS “A”
Rp1.000.000.000,00
Tingkat imbalan
8%
Besarnya imbalan diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu
[Rp1.000.000.000,00 x(28/360) x 8%
=Rp6.222.222,22
Jumlah yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah sebesar nilai nominal+ imbalan SBIS
Rp1.006.222.222,22


Contoh-2
Tanggal lelang                         : 5 Maret 2008
Jangka waktu SBIS                : 3 bulan (91 hari)
Tanggal setelmen                    : 5 Maret 2008
Tanggal Jatuh Waktu : 4 Juni 2008
RRT tk. diskonto SBI 3 bulan : 8,05 % (Lelang SBI dengan metode Variable Rate Tender)
Nominal SBIS yang dimenangkan BUS “A” sebesar Rp1.000.000.000,00, maka besarnya imbalan yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah sebesar Rp20.348.611,11 dengan rincian perhitungan sebagai berikut.
Nominal SBIS 3 bulan yang dimenangkan BUS”A”
Rp1.000.000.000,00
Tingkat imbalan SBIS 3 bulan (=RRT tk. Diskonto hasil lelang SBI 3 bulan)
8.05%
Besarnya imbalan yang diterima BUS”A”  pada saat SBIS jatuh waktu
[Rp1.000.000.000,00 x (91/360) x 8.05%]= Rp20.348.611,11
Jumlah yang diterima BUS “A” pada saat SBIS jatuh waktu adalah sebesar nilai nominal+imbalan SBIS
Rp1.020.348.611,11
h.Kritik Konsep dan praktik
            Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang sebetulnya hadir sebagai instrumen kebijakan  alternatif dalam pengendalian moneter sebetulnya  adalah sah-sah saja. Penggunaan akad  Ju’alah kini dalam SBIS yang saat ini merupakan satu-satunya bentuk SBIS yang diterbitkan BI adalah sah-sah saja. Karena hal tersebut telah memiliki dasar hukum yang jelas. Kontroversi selama ini yang mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi Bank Indonesia untuk memberikan imbalan kepada BUS atau UUS dalam hal SBIS ini karena dianggap BUS atau UUS tersebut sesungguhnya tidak melakukan apapun dalam pengendalian moneter, karena pada hakikatnya BI lah yang bekerja keras mengendalikan uang beredar dengan menggunakan kebijakan-kebijakan lain.Tetapi menurut saya, Bank Indonesia tetap harus memberikan imbalan karena  dari awal BUS atau UUS telah membantu menyerap sejumlah uang dari pasar untuk ditahan. Inilah yang menjadi Maj’ul ‘alaih (Pekerjaan yang dilaksanakan). Jadi SBIS ini  sudah memenuhi syarat  shari’a compliance.  Akan tetapi, sebetulnya bukan hanya kesesuaian akad saja yang kita lihat, karena akad-akad dalam islam dapat kita cari kesesuaiannya, tetapi lebih dari itu kita juga harus melihat apakah instrumen SBIS ini telah benar-benar dapat mendatangkan manfaat atau malah berpotensi mendatangkan mafsadat.
            Dilihat dari keberhasilan SBIS dalam menyerap kelebihan uang beredar, kita bisa katakan bahwa SBIS ini telah efektif dan mendatangkan manfaat dalam pengendalian moneter . Akan tetapi jika dilihat dari kesesuaian dengan semangat yang di bawa ekonomi islam yang sangat mengedepankan keseimbangan antara perkembangan sektor riil dengan  sektor keuangan SBIS ju’alah belum dapat membawa semangat tersebut. Sistem Ju’alah yang cukup menggiurkan dengan tingkat imbalan yang  dipersamakan dengan diskonto SBI menjadi hal yang menarik minat perbankan untuk menyimpan dananya dalam bentuk SBIS. Hal ini tentu saja akan menyebabkan berkurangnya aliran uang untuk sektor produksi.

C.KESIMPULAN
            Sertifikat Bank Indonesia Syariah sebagai salah satu instrumen pengendalian moneter merupakan instrumen yang sudah cukup efektif dalam menyerap kelebihan likuiditas yang ada dimasyarakat.  Akad ju’alah yang kini menjadi satu-satunya akad yang diterapkan dalam penerbitan SBIS pun sudah memenuhi sharia compliance. Semua rukun dan syarat ju’alah telah terpenuhi. Akan tetapi, mengingat ekonomi Syariah tidak hanya fokus kepada sektor moneter tetapi juga menghendaki perkembangan  di sektor riil,  SBIS dengan akad Ju’alah ini perlu untuk di tinjau kembali agar keseimbangan perkembangan  sektor riil  dan moneter dapat tercapai.  

REFERENSI
Ghazaly,Abdurahman, Ghufron Ihsan,sapiudin shidiq. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Media Pranada, 2010
Mardani. Fiqh Ekonomi syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana Media Pranada, 2012
Fatwa DSN-MUI No.62/DSN-MUI/XII/2007 tentang akad Ju’alah
Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 63/DSN-MUI/XII/2007 tentang SBIS
Fatwa DSN-MUI No.64/DSN-MUI/XII/2007 tentang SBIS Ju’alah


[1]  Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008

[2] SE Bank Indonesia No.6/4/DPM tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia
[3] Ibid
[4] SBI Repo adalah transaksi penjualan SBI secara bersyarat berupa kewajiban membeli kembali oleh pihak penjual sesuai dengan harga dan jangka waktu yang ditetapkan.
[5] Perdagangan SBI secara Out Right adalah transaksi pembelian atau penjualan SBI secara lepas atau putus tanpa kewajiban untuk menjual atau membeli kembali
[6] Delivery Versus Payment adalah setelmen
transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BISSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.

[7] Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008
[8] Fatwa DSN-MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007
[9]Fatwa DSN MUI  NO: 64/DSN-MUI/XII/2007
[10] Ibid
[11] BI-SSSS adalah  sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia –Real Time Gross Settlement.
[12] Peraturan Bank Indonesia No. 12/18/PBI/2010 tentang perubahan  atas PBI No.10/11/PBI2008
[13] Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.10/ 16 /DPM tanggal 31 Maret 2008
[14] Ibid

0 komentar:

Posting Komentar