3/19/2012

MADZHAB NEO- KLASIK


A.      Pendekatan Marjinal                        
Salah satu konsep yang digunakan oleh para pakar ekonomi neo-klasik dalam membahas ramalan Marx adalah konsep analisis marjial (marginal analysis).
Analisis marjinal merupakan pengaplikasian kalkulus diferensial terhadap tingkah laku konsumen dan produsen serta penentuan harga-harga di pasar. Teori nilai neoklasik yang berdasarkan pada kepuasan marjinal telah meghapus teori kapitalis yang berdasarkan nilai tenaga kerja atau biaya produksi.
Konsep ini pada awalnya sering diakui para madzhab Austria.Namun setelah ditelusuri, ternyata sudah ada yang mengemukakan dan mengembangkan teori tersebut sebelumnya oleh Heindrich Gossen (1810-1858). Menurut Gossen, manfaat tambahan (marginal utility) yang dirasakan dari suatu barang akan semakin menurun jika dikonsumsi semakin banyak. Pernyataan inilah yang kemudian kita kenal sebagai “hokum Gossen pertama”. Berbeda dalam hokum Gossen kedua, beliau menjelaskan ketika sumber daya yang relative terbatas harus memenuhi kebutuhan yang relative tidak terbatas.

Dengan kendala terbatasnya sumber daya dan dana, kepuasan maksimum yang dapat diperoleh pada saat marginal utility sama dengan barang yang dikonsumsi.
B.      Mazhab Austria
                Sekitar tahun 1870 terdapat sebuah ajaran nilai baru yang dikemukakan oleh Karl Menger, Leon Walras dan W. Stenley Jevons tentang nilai obyek terhadap  konsumen. Dinyatakan bahwa suatu barang mempunyai nilai karena barang itu memberika nilai guna bagi subyek penilai dan  konsumen sebagai obyek penilai terakhir dalam memenuhi kebituhannya. Karl Menger (1840-1921) dengan karya utamanya Grusatze der Volks Wirschafitslehre (1871) mengembangkan teori marjinal yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan teori-teori ekonomi.
                Mazhab Austria telah memecahkan antinomi nilai yang tak terpecahkan oleh kaum klasik yaitu barang yang mempunyai nilai pemakaian yang terbesar mempunyai nilai pertukaran yang paling sedikit. Menger berpendapat pembedaan antara kegunaan jumlah seluruhnya suatu barang dan kegunaan satuan tertentu yang ditambahkan atau dikurangi dari persediaan yang ada, serta tidak hanya mempehatikan  kegunaannya tetapi juga kelangkaannya.
                Pada tahun 1903 Menger digantikan posisinya oleh Friedrich von Wieser (1851-1920) dengan karyanya Uber den Ursprungund die Hauptgesetze des Wirtschaftlichen Werts, Der Naturliche Wert dan Theory der Gesselschatlichen Wirtschaft. Wieser mengembangkan teori marginal Menger dengan menambahkan biaya-biaya oportunitas (opportunity cost). Kedudukan Wiser digantikan oleh Eugen von Bohm-Bawerk (1851-1914) dengan karyanya  Capital and Interest dan Positive Theory of Capital. Bohm-Bawerk mengembangkan teori modal (theory of capital) dan tingkat suku bunga.
                Teori Bunga von Bohm Bawerk menyatakan bahwa bunga adalah agio tiap satuan waktu daripada nilai yang dinerikan kepada pemkaian sekarang atau pemakain kelak suatu barang. Dengan 3 alasan yaitu :
·         Perbedaan dalam perbandingan antara kebutuhan dan alat-alat pemuas kebutuhan.
·         Besarnya bunga merupakan titik keseimbangan di pasaran baik sekarang atau kelak.
·         Kedudukan bunga ditetapkan oleh keuntungan yang menjadi bagian pemodal dalm keadaan keseimbangan.
Teori diatas kemudian dikembangkan oleh Knut Wicksell, von Mises, F.A Hayek dan J.R Hicks.
                Knut Wicksell (1851-1926) menyatakan besarnya bunga yang biasa adalah sama dengan bunga yang terjadi dalam suatu masyarakat tanpa uang pada titik keseimbangan permintaan akan barang modal dan penawaran penghematan, keduanya sebagai penukaran barang-barang sekarang dengan barang-barang kelak.
                Ludwig Edler von Mises (1881-1973) meyatakan sistem harga merupakan basis efisiensi dalam mengalokasikan sumber daya dan sistem komando tidak akan dapat melembagakan sistem harga tanpa terlebih dahulu menghancurkan prinsip-prinsip politik.
                Friedrich August von Hayek (1899-1992) memperoleh pengakuan dari seluruh dunia sebagai pejuang pasar bebas dan seorang lawan dari campur tangan pemerintah terhadap hak individu untuk ikut serta dalam pertukaran bebas melalui pasar. Salah satu karyanya yaitu Monetary Theory and Trade Cycle. F.A Hayek sangat berjasa dalam mengembangkan teori siklus perdagangan (Theory OF Trade Cycle) dan dianugerahi hadiah nobel tahun 1974 bersama dengan Gunar Myrdall.
C.      Mazhab Lausanne
                Mazhab Lausanne (Lausanne School of Economics) didirikan oleh Leon Walras. Leon Walras adalah salah satu pemikir ekonomi neo-klasik dengan karyanya yang mahakarya dalam bidang ekonomi yaitu Elements of Pure Economics).
                Walras memberikan beberapa sumbangan penting dalam bidang ekonomi bersama dengan Jevon dan Menger. Ia adalah salah seorang yang pertama dan terkuat dalam mendukung individualisme metodologis. Walras membangun psebuah model keseimbangan ekonomi yang memandang sistem ekonomi sebagai rangkaian persamaan matematika yang berhubungan dan menjelaskan bagaimana memecahkan rangkaian persamaan ini untuk semua harga dan kuantitas.
                Setelah meninggalnya Walras, kedudukannya digantikan oleh Vilfredo Pareto. Pereto menilai suatu pengalokasian sejumlah sumber disebut efisien jika dalam suatu re-alokasi tidak ada seorang individupun yang memperoleh kesejahteraan tanpa mengurangi kesejahteraan orang lain. Pernyataan tersebut dikenal dengan hukum Pareto (Pareto Law’s). Sebagai tambahan, kondisi yang efisien tidak harus terjadi pada saat semua orang mendapatkan “kue” yang sama besarnya, bisa saja berlangsung dengan pemerataan pembagian “kue” yang pincang.
D.      Mazhab Cambridge
Dari sekian banyak tokoh neo-klasik yang dianggap sebagai tokoh paling utama adalah Alfred Marshall (1842-1924).Menger dianggap sebagai pelopor aliran Austria, dan Walras dianggap sebagai pelopor aliran Lausanne. Berbeda dengan kedua tokoh itu, Marshall dianggap sebagai pelopor aliran atau mazhab Cambridge (Cambridge School of Economics) di Inggris.
Alfred Marshall (lahir 26 Juli 1842-meninggal 13 Juli 1924 pada umur 81 tahun) adalah seorang ahli ekonomi Inggris yang paling berpengaruh di zamannya.  Ia menjadi professor dalam bidang ekonomi polotik pada tahun 1868 di Universitas Cambridge.
Beberapa karyanya antara lain: The Pure Theory of Foreign Trade (1879), The Principles of Economy (1890), Industry and Trade (1919), dan Money, Credit, and Commerce (1923). Dan bukunya yang dianggap paling berpengaruh adalah The Principles of Economics.
Marshall dianggap sangat berjasa dalam memperbarui asas dan pos-tulat pandangan-pandangan ekonomi yang dikemukakan pakar klasik dan pakar neo-klasik sebelumnya. Menurut kaum klasik,  harga barang ditentukan  oleh besarnya pengorbanan untuk menghasilkan barang tersebut. Dengan demikian, bagi kaum klasik yang  menetukan harga adalah sisi penawaran. Pendapat klasik tersebut ditentang oleh tokoh-tokoh neo-klasik lain seperti Jevons, Menger, dan Walras. Mereka sepakat bahwa yang menetukan harga adalah kondisi permintaan.
Marshal sendiri berpendapat bahwa selain factor biaya,  harga juga dibentuk oleh unsure subjektif lainnya, baik dari pihak konsumen maupun produsen.  Unsur subjektif dari pihak produsen misalnya,  keadaan keuangan perusahaan. Sedangkan unsure subjektif dari pihak konsumen misalnya pendapatan (dayabeli).
                Lebih jelas lagi, bagi Marshall terbentuknya harga merupakan integrasi dua kekuatan dipasar:penawarandanpermintaan.  Kalau diibaratkan permintaan dan penawaran dengan dua sisi mata gunting, maka yang memotong kertas bukanlah dua sisi gunting yang sebelah atas atau bawah saja, melainkan hasil penjepitan secara simultan.
Perbedaan antara Marshall dengan kaum klasik ialah dalam hal pendekatan penelitian.  Kalau kaum klasik lebih menekankan untuk menggunakan metode induktif, maka Marshall menggabungkan metode induktif-deduktif. Marshall menggabungkan antara abstraksi dengan realisme yang didukung oleh data statistic supaya terhindar dari ilusi. Banyak yang mengakui bahwa teknik analisis marjinal ala Marshall lebih unggul dibandingkan dengan analisis tokoh-tokoh sebelumnya. Maka, sejak itu, konsep marjinal yang boleh dikatakan sebagai revolusi dalam ilmu ekonomi makin banyak digunakan dalam analisis ekonomi.
Tahun 1908 kedudukan Marshall  sebagai ketua jurusan Ekonomi Politik digantikan oleh muridnya Arthurt Cecil Pigou (1877-1959). Pigou adalah orang pertama yang  mengemukakan konsep real balance effect, yang kemudian dikenal dengan dampak Pigou[1]. Sewaktu nilai kekayaan rill naik, maka konsumsi akan naik, yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan dan terbukanya kesempatan kerja baru.  Pandangan ini menjadi satu dasar mengapa kaum klasik dan neo-klasik percaya bahwa keseimbangan kesempatan kerja penuh  (full-employment equilibrium) dapat dicapai sebagai hasil penurunan dalam tingkat upah.
E.       Persaingan Monopolistis dan Pasar Tidak Sempurna
                Pada tahun 1930-an sejumlah pakar ekonomi melakukan revisi terhadap pemikiran pemikiran neoklasik, terutama yang menyangkut teori pembentukan harga dan keseimbangan pasar. Pemikiran ini dikembangkan oleh tokoh-tokoh neoklasik terdahulu (Generasi Pertama) seperti  Jevons, Menger, Walras, dan Marshal. Tokoh-tokoh neo-klasik generasi kedua yang ikut melakukan revisi terhadap teori-teori klasik dan neo-klasik generasi pertama tersebut antara lain adalah Pierro Sraffa (1903-1983), Joan Violet Robinson (1903-1983), dan Edward Hasting Chamberlin (1899-1967).
                Sebelum memasuki abad ke-XX pada umumnya tokoh-tokoh klasik maupun neo-klasik generasi pertama tidak pernah mempersoalkanapakh pasar dalam kenyataan kehidupan sehari-sehari betul-betul mencerminkan pasar persaingan sempurna atau tidak. Karena sebelum memasuki abad ke-XX kegiatan produksi  bersifat kecil-kecilan. Selain itu, jumlah perusahaan yang berpatisipasi di pasar sangat besar.
                Dalam situasi sperti ini asumsi pasar persaingan sempurna tidak pernah dipersoalkan. Asumsi-asumsi tersebut misalnya:
1.       Terdapat banyak pembeli dan penjual.
2.       Barang yang dijual dipasar relative sama dalam jenis, sifat dan mutu.
3.       Tiap  perusahaan bebas keluar masuk pasar.
4.       Tidak ada pembeli maupun penjual yang mampu mengubah harga yang ditentukan di pasar.
5.       Setiap penjual dan pembeli bertindak sebagai penerima harga (Price Takers).
6.       Setiap pembeli  dan penjual mempunyai informasi yang lengkap tentang pasar.
7.       Tidak ada pebedaan biaya tranpor  di antara penjual.
Tetapi setelah abad ke-XX Sraffa mengamati bahwa dalam kenyataan asumsi pasar persaingan sempurna yang dianut tokoh-tokoh klasik dan neo-klasiktidak dapat diterima begitu saja. Setiap perusahaan mengubah keputusan outpu dan penawaran, harga –harga dapat beubah. Hal ini diungkapkan Sraffa dalam artikelnya: The Laws of Returns Under Competitve Conditions tahun 1926.
Lalu atas dasar pemikiran Sraffa, Chamberlin dalam bukunya antara lain menyebutkan bahwa banyak asumsi yang digunakn dalam model pasar persaingan sempurna terutama untuk semua produk homogen, tidak realistis. Untuk membedakan hal tesebut masing-masing perusahaan memiliki khas sehingga harga pasar dapat dipengaruhi. Perbedaan produk dapat dilakukan suatu perusahaan tertentu dengan menggunakan sarana promosi dengan gencar dan unik.
Gambaran diatas menjadi ciri utama dari bentuk pasar persaingan monopolistic. Dalam persaingan tersebut, suatu perusahan dapat menaikkan harga relative terhadap harga perusahaan –perusahaan pesaing tanpa kehilangan penjualan. Kurva pemintaan dalam persaingan monopolistic mempunyai slope negative (miring dari kiri atas ke kanan bawah), dan tidak horizontal seperti dalam model pasar persaingan sempurna. Ini menjadi ciri khas pasas monopolistic.
Analisis yang agak mirip dengan pandangan Chamberlin di atas dilakukan  oleh Joan Robinson dari Cambridge, Inggris. Kalau Chamberlin lebih tertuju pada dasar persaingan pasar monoplistik, Joan Robinson lebih terfokus pada pembahasan pasar persaingan tidak sempurna. Menurut Robinson, dalam pasar persaingan tak sempurna tiap perusahaan memegang posisi monopoli.
Implikasi pandangan ketiga tokoh (Sraffa, Chamberlin, dan Robinson) di atas bagi pengemban model persaingan sempurna yang dikembangkan oleh kaum klasik hanya merupakan konstruksi pemikiran tentang keadaan yang diinginkan belaka. Hal ini baik dari segi teoritis. Akan tetapi mempunyai, keterbatasan dalam realistis. Sejak itu orang semakin skeptic tentang model-model yang dikembangkan kaum klsaik.
F.       Games Theory Dan Informasi Asimetris
Konsep Games Theory (sering disingkat GT)  dikembangkan untuk menjelaskan perilaku ekonomi dalam pasar yang diisi sedikit pelaku. Konsep GT dikemukakan oleh Cournot (1838) dan Betrand (1883) dan dikembangkan oleh Edgeworth (1925), John Vond Newmann dan Oscar Morgenstern (1944), dan akhirnya disempurnakan oleh John Nash (1950).
Konsep GT yang dikembangkan oleh John Nash bekerja atas asumsi informasi yang simetris. Artinya, tiap pemain memiliki informasi yang sama berbeda dengan konsep GT yang  dikembangkan oleh John Harsanyi (1967) yang beroperasi dalam situasi informasi yang  bersifat asimetris.
Konsep GT yang dikembangkan John Harsanyi dikembangkan lebih lanjut oleh William S. Vickreydan James A. Mirrlees, GoergeAckerlof (The market for Lemons), Joseph Stiglitz, dan Michael Spence.
Namun dalam kenyataannya,  ternyata pasar tidak berjalan sesuai asumsi pasar sempurna. Teori dan konsep klasik mendapat kritikan tajam dari aliran ekonomi lain,  baik dari tokoh-tokoh neo-klasik generasi kedua, maupun dari Keynes beserta pengikutnya.


[1]Dampak Pigou adalah suatu stimulasi kesempatan kerja yang disebabkan oleh meningkatnya nilai riil dari kekayaan likuiditas sebagai konsekuensi dari turunya harga-harga.

0 komentar:

Posting Komentar