12/27/2013

WAKAF TANAH PERTANIAN UNTUK MENGATASI KRISIS LAHAN


Krisis pangan di Indonesia melunturkan gelarnya sebagai negara agraris. Bahan-bahan pokok yang tidak terpenuhi memaksa pemerintah untuk mengambil jalan pintas dengan mengimpor dari Negara lain. Pola pikir jangka pendek dan lumpuhnya keberanian pemerintah untuk mengambil resiko yang lebih besar demi kepentingan jangka panjang, membuat Negara Indonesia bersarang dalam peliknya krisis kebutuhan makanan pokok. Padahal, ada filantropi Islam yang sempat terlupakan tapi sekarang mulai disadari masyarakat, yang bisa membantu Indonesia terbebas dari kekangan  krisis pangan.

Pada bulan Agustus, Indonesia sudah mengimpor beras dari negara-negara Vietnam, Thailand, Pakistan, India, dan Myanmar. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor beras hingga 35.818 ton dengan nilai US$ 19,132 juta. Dari bulan Januari hingga Agustus 2013, jumah beras asing yang masuk ke Indonesia dari 5 negara tersebut sedikitnya 302.707 ton beras dengan nilai US$ 156,332 juta.[1]
Meningkatnya impor beras dikarenakan menurunnya produksi beras lokal akibat menipisnya lahan pertanian yang dikonversi ke sektor non pertanian. Sebagai pengkonsumsi besar terbesar sedunia dengan angka 130 kg perkapita pertahun (ANTARA News), seharusnya Indonesia memiliki lahan pertanian tetap yang dilarang untuk dikonversi dan dilindungi peraturan. Karena pada nyatanya, 100 ribu hektar lahan pertanian Indonesia mengalami penyusutan tiap tahunnya (ANTARA News).[2]
Konversi lahan sawah terbukti berdampak negatif bagi ketahanan pangan dan lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan pengkonversian lahan sawah di daerah Bogor Barat menjadi tempat pemukiman Pakuan Regency. Konversi lahan ini menyebabkan hilangnya produksi padi sebanyak 414,4 ton Gabah Kering Giling yang mampu mencukupi kebutuhan sekitar 1.966 jiwa dan para petani padi kehilangan pemasukkan sebesar Rp. 1.141.760.000,00 per tahun.[3]

Wakaf Tanah Badan Wakaf Indonesia
Lahan sawah adalah media utama untuk menanam padi. Lahan pertanian yang banyak dikonversi mengakibatkan produksi pangan nasional tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Ditengah krisisnya lahan pertanian, Badan Wakaf Indonesia (BWI) kewalahan mengelola wakaf tanah saluran dari masyarakat yang perlu dikelola supaya menghasilkan multiplier efek dengan jangkauan yang lebih luas.
  Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang mengurus, mengelola, dan mengawasi perwakafan nasional bekerjasama dengan kementerian agama dalam administrasi wakaf di Indonesia. Kementerian Agama menyebutkan bahwa tahun 2012 aset wakaf nasional mencapai 3,49 miliar meter persegi pada 420.003 titik yang tersebar di seluruh nusantara, yang mayoritas berada di daerah Gorontalo, Jambi, dan Sulawesi Selatan. Kanwil kemenag Jawa Barat menyebutkan bahwa tanah wakaf Jabar tersebar di 74.156 lokasi dengan luas 215,3 juta meter persegi. Dari jumlah itu, ada 21.089 lokasi yang belum terkelola dengan maksimal (jabartoday.com).

Filantropi Wakaf
Wakaf dalam UU no. 41 tahun 2004 diartikan “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”. Pada praktek di Negara- Negara muslim, wakaf tanah ini dikelola secara produktif dan umum juga hasilnya diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan pemukiman. Mendirikan bank wakaf menjadikan harta wakaf tersentralisasi.
  Ada dua macam wakaf menurut jangka waktunya. Pertama, wakaf abadi selama benda wakaf dimanfaatkan dan benda wakaf masih ada. Kedua, wakaf sementara yang memiliki jangka waktu. Setelah jatuh tempo, harta benda wakaf dikembalikan kepada pemiliknya.[4]

Wakaf Tanah untuk Lahan Pertanian
Krisis lahan pertanian yang jika tidak dijaga maka Indonesia akan mengalami krisis pangan yang semakin memburuk setiap tahunnya. Wakaf tanah Badan Wakaf Indonesia yang belum dikelola dengan baik meminta untuk dimanfaatkan untuk lebih mengalirkan amal jariyahnya. Salah satunya untuk lahan pertanian. Dengan skema perserikatan syariah, lahan pertanian dapat dikelola secara muzara’ah atau ijarah.
Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai pemilik tanah bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk membiayai benih, alat, dan pengairan lahan yang akan dikelola. BWI melakukan akad muzara’ah dengan pengelola dan menentukan bagi hasil di awal perjanjian sesuai kesepakatan.
Menyewa lahan untuk dikelola sebagai lahan pertanian juga bisa menjadi alternative. BWI menyewakan tanah wakaf untuk lahan pertanian, dan pengelola hanya menbayar upah sewa tanah tersebut. Upah dapat diambil dari persentase hasil pertanian sehingga tidak memberatkan pengelola. Di awal perjanjian, BWI dan pengelola menyepakati nisbah bagi hasil.
Tidak untuk diwakafkan selamanya, tapi memiliki jangka waktu. Di Iraq, dibatasi maksimal 15 tahun. Ini bisa menjadi alternatif sehingga akan lebih banyak masyarakat yang dapat merasakan manfaat yang timbul dari lahan wakaf tersebut.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Sektor pertanian sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Mengembalikan gelar agraris yang sempat memudar. Lahan sawah yang semakin hari semakin berkurang berdampak buruk bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para petani pada khususnya, kehilangan mata pencaharian dan mengurangi pendapatan.
Jangan sia-siakan peraturan yang sudah mendukung praktek wakaf untuk meningkatkan kesejateraan sosial. Tanah wakaf khususnya BWI yang belum dikelola harusnya mendapatkan perhatian khusus sehingga bisa menjadi alternatif lahan pertanian yang dikelola dengan skema syariah. Yang perlu diingat adalah visi sosial, bukan komersial bahkan bisnis, karena hakekat wakaf itu untuk kepentingan publik. Untuk mempermudah administrasi dan pengawasan, BWI harus bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Untuk lahan pertanian sendiri harus mendapat perhatian khusus oleh pemerintah dengan peraturan yang mengharuskan adanya batasan-batasan lahan yang boleh dikonversi, konversi bersyarat, dan tidak boleh dikonversi.[5]
Dengan begitu, para petani tidak khawatir akan kehilangan lahannya bahkan lahan yang harus dikelola bertambah banyak, Indonesia tidak khawatir kekurangan pangannya, bahkan berlebih dan menjadi Negara pengekspor beras.
“BANGKITKAN PAHLAWAN BANGSA”


DAFTAR PUSTAKA

Analisis dampak konversi lahan pertanian terhadap produksi padi dan land rent (Kasus Perumahan Pakuan Regency, Bogor Barat, Kota Bogor), diakses pada tanggal 6 November 2013 dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12999

Detik Finance, “Indonesia Masih doyan Impor Beras”, artikel diakses pada tanggal 31 Oktober 2013 dari http://finance.detik.com/read/2013/10/04/084459/2377549/4/indonesia-masih-doyan-impor-beras-sebulan-sudah-beli-rp-190-miliar
Konsumi beras masyarakat terbesar di dunia, diakses pada tanggal 6 November 2013 dari http://www.antaranews.com/berita/398839/konsumsi-beras-masyarakat-indonesia-tertinggi-di-dunia
Mundhir Qahaf. Manajemen Wakaf Produktif. 2007. Cet.III. Pustaka Al-KAutsar Group: Jakarta Timur. Hal. 153-154
Tabel Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan Makanan di Indonesia, 2008-2012. Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2008 - 2012
Ujian Promosi Doktor Ir. Rahmat. Diakses tanggal 6 November 2013 dari http://www.ugm.ac.id/id/ berita/4771 konversi.lahan.pertanian.bendung.colo.capai.56813.hektar.per.tahun
Warta Penelitian dan Penganbangan Pertanian.Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianKonversi Lahan Sawah Menimbulkan Dampak Negatif Bagi Ketahanan Pangan Dan Lingkungan. Vol.27 no.6 2005


[1] Detik Finance, “Indonesia Masih doyan Impor Beras”, artikel diakses pada tanggal 31 Oktober 2013 dari http://finance.detik.com/read/2013/10/04/084459/2377549/4/indonesia-masih-doyan-impor-beras-sebulan-sudah-beli-rp-190-miliar
[2] Konsumi beras masyarakat terbesar di dunia, diakses pada tanggal 6 November 2013 dari http://www.antaranews.com/berita/398839/konsumsi-beras-masyarakat-indonesia-tertinggi-di-dunia

[3] Analisis dampak konversi lahan pertanian terhadap produksi padi dan land rent (Kasus Perumahan Pakuan Regency, Bogor Barat, Kota Bogor), diakses pada tanggal 6 November 2013 dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12999

[4] Mundhir Qahaf. Manajemen Wakaf Produktif. 2007. Cet.III. Pustaka Al-KAutsar Group: Jakarta Timur. Hal. 153-154
[5] Ujian dpromosi doctor Ir. Rahmat. Diakses tanggal 6 November 2013 dari http://www.ugm.ac.id/id/berita/4771-konversi.lahan.pertanian.bendung.colo.capai.56813.hektar.per.tahun

0 komentar:

Posting Komentar