9/29/2013

CREDIT UNION vs LKM

Niat beli kado untuk adik tercinta membuatku dapat mendayung 2 pulau hari ini. Hendak cari buku referensi atau apapun yang menyangkut wakaf, tapi tak dijumpa. Banyak banget niatnya ya? Hehe. Mataku terikat pada sebuah buku yang judulnya tak asing lagi kudengar sejak sebulan yang lalu. “Credit Union” atau biasa disingkat “CU”. Mumpung ada waktu, ku niatkan membaca buku itu untuk menghabiskan waktu di gramedia kali ini, pikirku.
Sejarah yang dipaparkan sangat panjang, dan kalo itu diceritakan kembali akan bertambah banyak lagi goresan yang harus dibaca. CU berawal dari pejabat negeri Jerman yang ingin menolong finansial para petani. Mungkin bisa disamakan seperti koperasi petani kalau saat ini. Tapi ada beberapa perbedaan CU dengan koperasi-koperasi biasanya yang menurut penulis menarik untuk dibahas.
Ketika ditanya berapa jumlah gaji yang didapat selama menjabat sebagai direktur, dia menjawab,”saya tidak digaji”. Siapapun yang baru mendengarnya, tidak normal jika tidak kaget, haha. Semua jajaran pengurus CU dari yang paling atas sampai yang terbawah tidak menerima gaji sepeserpun, kecuali ketika ada kegiatan yang melibatkan mereka secara pribadi. Bagaimana pola pikir mereka sebenarnya?

Mereka biasa menyebut nasabah dengan sebutan “anggota”. Karena mereka bukan hanya penikmat/pengguna yang kerap disebut nasabah, tapi mereka juga pemilik atau pemegang saham CU. Berbeda dengan pemegang saham di lembaga keuangan komersil yang memiliki hak suara sebesar saham yang dimiliki, disini bersifat demokratis. Tidak pandang berapa jumlah uang yang ditabung atau dipinjam, setiap anggota mempunyai satu suara. Dan siapapun yang kompeten berhak menjadi pengurus.
Yang berhak menjadi pengurus hanyalah orang-orang yang kompeten. Karena mereka yakin, ketika tanggungjawab itu diberikan bukan kepada ahlinya maka semua akan hancur (sama dengan kita yang diajarkan untuk menempatkan amanah kepada ahlinya). Tidak mungkin tidak kompeten karena mereka semua para praktisi. Mereka juga para anggota yang ingin menolong diri sendiri (self help) dan bergotong royong (mutual aid) menolong orang lain. Mereka memiliki komitmen yang tinggi atas kepercayaan yang diberikan sebagai pengurus CU. Bagi mereka itu merupakan suatu penghormatan, dan kehormatan tidak bisa dinilai dengan uang, subhanallah!
Jika lembaga keuangan konvensional mencari keuntungan sebanyak-banyaknya untuk dibagikan kepada para pemegang saham demi menjaga loyalitas investor, berbeda dengan CU yang berpedoman “not for charity, not for profit, but for service”. Mencari keuntungan sebanyak-banyaknya untuk dibagikan kepada para investor yang tak lain adalah anggota CU sendiri. Bunga pinjaman yang rendah dengan keuntungan yang tinggi akan mempercepat para penumpang sampai ke tujuannya, yaitu kesejahteraan.
Kenyamanan dan keamanan anggota menjadi tanggungjawab bersama. Dibuktikan dengan anggota yang dibatasi wilayah tempat tinggal atau jenis pekerjaan sehingga mudah dijangkau pengawasan dan penjagaan. Tidak hanya itu, para anggota juga diberikan pendidikan tentang pengelolaan keuangan, menanamkan cara hidup hemat atau bagaimana sebaiknya mengatur keuangan bulanan. Penulis merasa itu penting, karena selain dapat membuka pikiran juga memperakrab hubungan antar anggota.
Minim publikasi, kaya prestasi. Itulah yang CU lakukan hingga kini. Berbalik dengan beberapa koperasi lainnya yang kaya publikasi tapi minim prestasi. Kemacetan prestasi ini dianggap karena mereka memberikan tanggungjawab kepada orang yang salah. Sehingga menyalahgunakan kekuasaan, melupakan tujuan, sosial terabaikan.
Satu lagi. Mereka sudah mempersiapkan pemimpin-pemimpin masa depan yang kelak akan menggantikan pemimpin-pemimpin mereka saat ini, (Hebat kan?) dengan rencana suksesi. Seluruh peserta diseleksi dan diberi pelatihan untuk menjadi pemimpin yang tangguh dan cakap dalam bertindak. Lagi-lagi anggapan mereka bahwa tidak mungkin membawa orang yang baru bisa mengendarai sepeda motor ke jalan raya itu benar, semua butuh persiapan.
Tidak pernah terbesit niat apapun selain ingin memberikan pandangan dan pemikiran baru bagi para pembaca. Jika kita para praktisi koperasi manapun untuk tidak melupaka sisi sosial yang ditekankan di dalamnya. Terus belajar dari yang lebih baik. Mencari teori- teori berdasarkan fakta yang terjadi bagi kita para akademisi. Indah berbagi dalam kebaikan semoga menjadikan kita manusia yang senantiasa bersyukur dengan apa yang kita punya dan tidak merasa butuh dengan suatu yang tak kekal.

0 komentar:

Posting Komentar