BAB I
PENDAHULUAN
Jika mengingat ungkapan kapitalis “resource limited, needs
unlimited”, dengan mudah Islam dapat membantahnya. Tidak ada yang dapat
mengelak dari bantahan itu karena sang Kholiq pembantahnya. Sebagaimana yang
Dia firmankan bahwa selama ada makhluk Allah yang hidup di bumi-Nya, maka Dia
akan memenuhi kebutuhan mereka. Kebutuhan terbatas yang harus kita penuhi,
makan secukupnya, minum secukupnya, memakai pakaian secukupnya, dan lain
sebagainya. Hingga berubahlah teori itu menurut Islam “resource unlimited, needs
limited”.
Membahas satu langkah ke belakang lagi, tentang teori konvensional. Baik kapitalis yang hanya
sekedar memuaskan self interest dan condong materialistis, ataupun sosialis yang tidak
ada toleransi dan pengakuan hak milik. Baik dalam teori konsumsi maupun teori
produksi dijelaskan tentang perilaku konsumen dan produsen dalam memaksimumkan
keuntungannya maupum mengoptimalkan efisiensi produksinya. Keduanya hanya
mementingkan kepentingan satu pihak saja tanpa memikirkan pihak yang lain,
entah mereka dirugikan atau merasa diuntungkan.
Sangat berbeda dengan teori dalam Islam. Dalam Islam, keberhasilan sebuah sistem ekonomi tidak hanya
disandarkan pada segala sesuatu yang bersifat materi saja, tapi bagaimana agar
setiap aktifitas ekonomi termasuk produksi, bisa menerapkan nilai-nilai, norma,
etika, atau dengan kata lain adalah akhlak yang baik dalam berproduksi.
Sehingga tujuan kemaslahatan umum bisa tercapai dengan aktifitas produksi yang
sempurna. Dengan kata lain tidak ada yang mendzalimi dan marasa didzalimi dalam
hal ini.
Dalam bab selanjutnya, akan
dipaparkan lebih lanjut tentang beberapa faktor yang diperlukan produsen untuk
dapat melakukan kegiatan produksi, agar kegiatan tersebut terlaksana dengan
baik, memiliki managemen yang tertata rapi, sehingga dapat menggandeng beberapa tujuan. Diantaranya,
memenuhi kebutuhan pribadi, memenuhi kebutuhan masyarakat, keperluan masa
depan, keperluan generasi yang akan datang, maupun keperluan sosial.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PRODUKSI
Mannan menyatakan bahwa system
produksi dalam Islam harus dikendaikan oleh kriteria objektif maupun subjektif;
kriteria yang objektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat
diukur dari segi uang, dan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang
dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah
kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah. Jadi dalam Islam, keberhasilan sebuah system
ekonomi tidak hanya disandarkan pada segala sesuatu yang bersifat materi saja,
tapi bagaimana agar setiap aktifitas ekonomi termasuk produksi, bisa menerapkan
nilai-nilai, norma, etika, atau dengan kata lain adalah akhlak yang baik dalam
berproduksi. Sehingga tujuan kemaslahatan umum bisa tercapai dengan aktifitas
produksi yang sempurna.
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji
memberikan padangan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang
secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan
sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir
al-intaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan
menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam
waktu yang terbatas). Pandangan Rawwas di atas mewakili beberapa definisi
yang ditawarkan oleh pemikir ekonomi lainnya. Hal senada juga diutarakan oleh
Dr. Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunbya Muqaddimah fi ‘Ilm al-Iqtishad al-Islamiy.
Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi yang
dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari
hasil produksi tersebut. Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada
nilai utility dan masih dalam bingkai nilai ‘halal’ serta tidak membahayakan
bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat. Dalam hal ini, Abdurrahman
merefleksi pemikirannya dengan mengacu pada QS. Al-Baqarah [2]: 219 yang
menjelaskan tentang pertanyaan dari manfaat memakai (memproduksi) khamr. Lain
halnya dengan Taqiyuddin an-Nabhani, dalam mengantarkan pemahaman tentang
‘produksi’, ia lebih suka memakai kata istishna’ untuk mengartikan
‘produksi’ dalam bahasa Arab. An-Nabhani dalam bukunya an-Nidzam al-Iqtishadi
fi al-Islam me-mahami produksi itu sebagai sesuatu yang mubah dan jelas berdasarkan
as-Sunnah. Sebab, Rasulullah Saw pernah membuat cincin. Diriwayatkan dari
Anas yang mengatakan “Nabi Saw telah membuat cincin.” (HR. Imam Bukhari). Dari
Ibnu Mas’ud: “Bahwa Nabi Saw. telah membuat cincin yang terbuat dari emas.”
(HR. Imam Bukhari). Beliau juga pernah membuat mimbar. Dari Sahal berkata:
“Rasulullah Saw telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau):
Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku,
sehingga aku bisa duduk di atsnya.” (HR. Imam Bukhari). Pada masa Rasulullah,
orang-orang biasa memproduksi barang, dan beliau pun mendiamkan aktifitas
mereka. Sehingga diamnya beliau menunjukkan adanya pengakuan (taqrir) beliau
terhadap aktifitas berproduksi mereka. Status (taqrir) dan perbuatan Rasul itu
sama dengan sabda beliau, artinya sama merupakan dalil syara’.
Adapun aspek produksi yang
berorientasi pada jangka panjang adalah sebuah paradigma berfikir yang
didasarkan pada ajaran Islam yang melihat bahwa proses produksi dapat
menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya pencapaian aspek yang bersifat
materi-keduniaan tetapi sampai menembus batas cakrawala yang bersifat
ruhani-keakheratan.
Pentingnya melakukan produksi adalah sebagai berikut :
Pentingnya melakukan produksi adalah sebagai berikut :
Produksi mempunyi peranan penting
dalam peekonomian karena produksi menentukan kemakmuran suatu bangsa dan taraf
hidup manusia. Al Qur’an telah meletakkan landasan yang jelas tentang produksi.
Salah satu diantaranya adalah diperinytahkannya bekerja keras dalam mencari
kehidupanagar tidak mengalami kegagalan atau tertinggal dalam berjuag demi
kelangsungan hidupnya.
Allah telah menganugerahkan alam
semesta untuk kesejahteraan manusia. Sebagai khalifah di Bumi Manusia diberikan
kebebasan dalam mengelola kekayaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk
memperbaiki keadaan ekonomi individu dan masyarakat manusia, dalam mengelola
kekayaan telah diberikan batasan yang jelas dalam nilai-nilai ajaran Islam.
Aktivitas kerja manusia dalam melakukan produksi yang merupakan sebagai dasar berjalannya roda perekonomian. Dengan melakukan produksi sendi perekonomian akan tetapa berjalan yaitu tetap adanya mata pencaharian yang beruntut pada sektor distribusi dan konsumsi dalam Ekonomi. Sehingga kebutuhan dari manusia akan tetap berjhalan yaitu terpenuhinya kebutuhan primer yaitu melakukan konsumsi barang.
Aktivitas kerja manusia dalam melakukan produksi yang merupakan sebagai dasar berjalannya roda perekonomian. Dengan melakukan produksi sendi perekonomian akan tetapa berjalan yaitu tetap adanya mata pencaharian yang beruntut pada sektor distribusi dan konsumsi dalam Ekonomi. Sehingga kebutuhan dari manusia akan tetap berjhalan yaitu terpenuhinya kebutuhan primer yaitu melakukan konsumsi barang.
B.
AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG
PRODUKSI
a.
Q.S An-Nahl : 65 – 69
“Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). (65) Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (66) Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.(67) Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",(68) Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.(69) { Q.S An-Nahl : 65 – 69}
b.
Q. S. An-Nahl 80-81
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia
menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang
kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim
dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat
rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).(80) Dan
Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan
Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan
bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang
memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya
atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).(81) {Q.S An-Nahl : 80 – 81}
c. Q.S Hud : 37
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan
janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu;
Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. {Q.S Huud: 37}
Tafsir
a. Q.S An-Nahl: 65-69
Menurut
Ahmad Mushtafa Al-Maroghi dalam tafsir Al-Maroghi, dalam ayat-ayat ini Allah
menyajikan beberapa dalil tauhid, mengingat ia merupakan poros segala
permasalahan di dalam agama Islam dan seluruh agama samawi. Maka diterangkan
bahwa Dia telah menurunkan hujan dari langit agar dengan hujan itu bumi yang
tadinya mati menjadi hidup, kemudian mengeluarkan susu dari binatang ternak,
menjadikan khamar,cuka dan manisan dari anggur dan buah kurma, serta
mengeluarkan madu dari lebah yang di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan
manusia. Seiring dengan penjelasan itu, Allah menjelaskan bahwa Dia
mengilhamkan kepada lebah agar membuat sarang dan mencari rezekinya dari segala
penjuru bumi.
b. Q.S An-Nahl: 80-81
Menurut
Ahmad Mushtafa Al-Maroghi dalam tafsir Al-Maroghi, menafsirkan ayat-ayat ini
bahwa Allah telah menyebutkan nikmat-nikmat yang Dia limpahkan kepada para
hamba-Nya. Dimulai dengan nikmat yang dikhususkan bagi orang-orang yang bermukim,
dengan Firman-Nya : “menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal”
kemudian nikmat yang dikhususkan bagi para musafir yang mampu mendirikan kemah,
dengan Firman-Nya : “menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit
binatang ternak”. Kemudian bagi orang yang tidak mampu melakukan hal itu, tidak
pula mempunyai naungan selain daripada tempat bernaung, dengan Firman-Nya :
“menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan” .
selanjutkan menyebutkan nikmat yang dibutuhkan oleh setiap orang, dengan
Friman-Nya: “dan Dia jadikan bagimu pakaian”. Lalu, menyebutkan apa yang
diperlukan di dalam peperangan, dengan Firman-Nya: “dan pakaian (baju besi)
yang memelihara kamu dalam peperangan”.
c. Q.S Huud: 37
Menurut
Ahmad Mushtafa Al-Maroghi dalam tafsir Al-Maroghi, menafsirkan ayat ini bahwa
Allah memerintah Nuh untuk membuat sebuah kapal yang akan menyelamatkan kamu
bersama orang yang beriman yang ikut naik kapal itu, sedang kamu akan
dipelihara dan diawasi dengan perhatian Kami. Maksudnya, sesungguhnya Kami
menjagamu pada setiap saat, sehingga taka nada seorang pun yang menghalangimu
dari pemeliharaan Kami, dan Kami member ilham dan mengajarimu dengan wahyu
Kami, sebagaimana cara kamu membuat kapal. Sehingga, kamu takkan salah dalam
membuatnya, termasuk sifat kapal itu. Serupa dengan ayat tersebut, ialah Firman
Allah kepada Musa: “Dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku” (Q.S Thaha:
39).
C. HADIST-HADIST
TENTANG PRODUKSI
Umar
Radhiallahu Anhu menilai kegiatan produksi sebagai salah satu bentuk jihad
fisabilillah. Dalam hal ini beliau mengatakan, “ Tidaklah Allah SWT menciptakan
kematian yang aku meninggal dengannya setelah terbunuh dalam jihad fisabilillah
yang lebih aku cintai daripada aku meninggal di antara dua kaki untaku ketika
berjalan di muka bumi dalam mencari sebagian karunia Allah SWT.” (Ibnu Abi Ad-
Dunya, op, cit, hlm. 241). Sesungguhnya penilaian bahwa produktifitas sebagai
salah satu bentuk jihad fisabilillah dikuatkan hadist yang diriwayatkan Anas
bin Malik Radhiallahu Anhu. Ia berkata, “ Kami berperang bersama Rasulullah
Saw. Di Tabuk, lalu melintas di depan kami seorang pemuda yang gesit membawa
hasil kerjanya, maka kami berkata, ‘ Alangkah bila pemuda itu berjihad dalam
perang fisabilillah, maka ia akan mendapatkan yang lebih baik daripada hasil
kerjanya itu.’ Akhirnya pembicaraan kami sampai kepada Rasulullah Saw, maka
beliau berkata, ‘ Apa yang telah kalian katakan?’ kami menjawab, ‘ Demikian,
dan demikian, ‘ Maka beliau berkata, ‘Ketahuilah, bahwa bila dia bekerja untuk
kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya, maka dia berjuang di jalan
Allah. Jika dia bekerja untuk mencukupi keluarganya, Maka dia berjuang di jalan
Allah. Dan, jika dia bekerja untuk mencukupi dirinya, maka dia berjuang di jalan
Allah.” (Hadist ini dikeluarkan oleh Al- Mundziri).
Hadist
ini menjelaskan keutamaan produksi, baik yang memanfaatkan dirinya sendiri atau
orang lain.
Umar
Radiallahu Anhu berpendapat bahwasannya melakukan aktifitas produksi lebih baik
daripada mengkhusukan waktu pada ibadah- ibadah sunnah, dan mengandalkan
manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Diantara bukti hal itu adalah riwayat
yang mengatakan, bahwa “Umar Radhiallahu Anhu melihat tiga orang di mesjid
tekun beribadah, maka beliau bertanya kepada salah satu di antara mereka, “
Dari mana kamu makan?’ Ia menjawab, ‘ Aku adalah hama Allah, dan Dia
mendatangkan kepadaku rizkiku bagaimana Dia menghendaki.’ Lalu Umar
meninggalkannya, dan menuju kepada orang yang kedua seraya menanyakan hal yang
sama. Maka dia memberitahukan kepada umar dengan mengatakan, “ Aku memiliki
saudara yang mencari kayu di gunung untuk dijual, lalu dia makan sebagian dari
hasilnya, dan dia datang kepadaku memenuhi kebutuhanku.’ Maka Umar berkata, ‘
Saudara kamu lebih beribadah daripada kamu.’ Kemudian Umar mendatangi orang
yang ketiga seraya bertanya tentang hal yang sama. Ia menjawab, ‘ Manusia
melihatku, lalu mereka datang kepadaku dengan sesuatu yang mencukupiku.’ Maka
Umar memukulnya dengan tongkatnya dan berkata kepadanya, ‘ Keluarlah kamu ke
Pasar,’ atau ucapan yang seperti itu.’ ( Ibnu Al- Haj, Al- Madkhal (4:464))
D. MOTIF PRODUKSI
Menurut
nejatullah sebagaimana di kutip kahf ada lima tujuan produksi dalam islam
yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan pribadi secara wajar
Tujuan ini tidak dimaksudkan untuk
menumbuhkan sikap self interest karena yang menjadi konsep dasarnya adalah
pemenuhan kebutuhan secara wajar, tidak berlebihan tetapi tidak kurang.
Terdapat dua implikasi pada kebutuhani
ini.pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan
bukan keinginan dari konsumen. Kedua, kuantitas produksi tidak akan berlebihan,
tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar.
Pemenuhan keperluan secara wajar juga tidak berarti produksi hanya untuk
mencukupi diri sendiri, lebih baik jika produksi melebihi keperluan pribadi,
sehingga bisa dimanfaatkan oleh orang lain.
b. Memenuhi kebutuhan masyarakat
Tujuan ini berarti bahwa produsen harus
proaktif dalam menyediakan komoditi-komoditi yang menjadi kebutuhan masyarakat,
dan terus menerus berupayaa memberikan produk terbaik, sehingga terjadi
peningkatan dalam kuantitas dan kualitas
barang yang dihasilkan.
c. Keperluan masa depan
Berorientasi ke masa depan berarti
produsen harus terus menerus berupaya meningkatkan kualitas barang yang
dihasilkan melalui serangkaian proses riset dan pengembangan dan berkreasi
untuk menciptakan barang-barang baru yang lebih menarik dan diminati
masyarakat.
d. Keperluan generasi yang akan datang
islam menganjurkan umatnya untuk
memperhatikan keperlan generasi yang akan datang. Produksi dilakukan tidak
boleh mengganggu keberlanjutan hidup generasi yang akan datang, pemanfaatan
input di masa sekarang tidak boleh menyebabkan generasi yang akan datang
kesulitan dalam mengakses sumber tersebut, produksi yang dilakukan saat ini
memiliki kaitan yang erat dengan kemampuan produksi di masa depan. Jadi, ada
semacam inter and intra generation
equity (keseimbangan antara generasi sekarang dan generasi yang akan datang).
e. Keperluan sosial dan infak di jalan
Allah
Ini merupakan insentif utama bagi
produsen untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinngi, yaitu memenuhui
tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. Walaupun keperluan pribadi,
masyarakat, keperluan generasi sekarang dan generasi yang akan datang telah
terpenuhi, produsen tidak harus bermalas-maasan dan berhenti berinovasi. Tetapi
sebaliknya, produsen harus memproduksi lebih banyak lagi supaya dapat diberikan
kepada masyarakat dalam bentuk zakat, sedekah, infak, dan lain sebagainya.
E.
FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
Faktor-faktor
dalam produksi yaitu :
a) Tanah
Pengertian
tanah mengandung arti yang luas termasuk sumber semua yang kita peroleh dari
udara, laut, gunung dan sebagainya, sampai dengan keadan geografi, angina dan
iklim terkandung dalam tanah. Al Qu’an menggunakan kata tanah dengan maksud
ayang berbeda. Manusia diingatkan akan sumber kekyaan untuk dipergunakan .
manusia boleh menggunakan sumber yang tersembunyi dan potensi untuk memuaska
kehendak yang tidak terbatas.
Islam telah mengakui tanah sebagai factor produksi tetapi tidak setepat digunakan dalam arti sama yang digunakan di zaman modern.tanah boleh digunakan dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan masyarakat sebagai prinsip dasar Ekonomi Islam
Islam telah mengakui tanah sebagai factor produksi tetapi tidak setepat digunakan dalam arti sama yang digunakan di zaman modern.tanah boleh digunakan dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan masyarakat sebagai prinsip dasar Ekonomi Islam
b)
Tenaga kerja
Dalm
islam tenaga kerja bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa yang abstrakyang
ditawarkan untuk dijual pada pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang
memperkerjakan buruh punya tanggung jawab moral dan social.
c) Modal
Modal
meupakan asset yang digunakan untuk membantu distibusi asset berikutnya.
Menurut Thomas, miilik individu dan Negara yang digunakan dalam menghasilkan
asset berikutnya selain tanah dan modal. Modal dapat memberikan kepuasan
pribadi dan membantu menghasilkan kekeyaan.
d)
Organisasi
Oraganisasi
memrankan peranan penting dan dianggap sebagai factor produksi yang paling
penting. Dalam organisasi tentu ada yang menjalankan dan dalam bisnis yaitu
seorang usahawan. Bisnis tidak akan berjalan tanpa adanya usahawan dalam sebuah
organisasi. Dengan adanya usahawan proses perencanaan, pengorganisasin,
pengktualisasian dan proses evaluasi akan berjalan dalam bisnis.
F. BIAYA
PRODUKSI
Biaya
produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh factor-faktor
produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi oleh
perusahaan tersebut. Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua
jangka waktu, yaitu
(1) jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana
semua faktor produksi dapat mengalami perubahan
(2)
jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat berubah
dan sebagian lainnya tidak dapat berubah. Dalam bab ini hanya dibahas biaya
produksi jangka pendek
Biaya
produksi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu
(1)
Biaya tetap (fixed cost)
(2)
Biaya variabel (variable cost).
Dalam
analisis biaya produksi perlu memperhatikan
(1) biaya produksi rata-rata : yang
meliputi biaya produksi total rata-rata ,biaya produksi tetap rata-rata, dan
biaya variabel rata-rata ; dan
(2) biaya produksi marjinal, yaitu
tambahan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menambah satu unit
produksi.
Jadi,
dari segi sifat biaya dalam hubungannya dengan tingkat output, biaya produksi
dapat dibagi ke dalam:
(1)
Biaya Total ( Total Cost = TC) .
Biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
produksi.
TC
= TFC + TVC
Dimana
TFC = total fixed cost; dan TVC = total variable cost.
(2)
Biaya Tetap Total (total fixed cost = TFC). Biaya tetap total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat berubah jumlahnya. Sebagai
contoh : biaya pembelian mesin, membangun bangunan pabrik, membangun prasarana
jalan menuju pabrik, dan sebagainya.
(1)
Biaya Variabel Total (total variable cost = TVC). Biaya variabel total
adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi
variabel. Contoh biaya variabel : upah tenaga kerja, biaya pembelian bahan
baku, pembelian bahan bakar mesin, dan sebagainya.
(2)
Biaya Tetap Rata-Rata (Average Fixed Cost = AFC). Biaya tetap rata- rata
adalah biaya tetap total dibagi dengan jumlah produksi.TFC
AFC
= ------- ( di mana Q = tingkat output)Q
(3)
Biaya Variabel Rata-Rata ( Average Variable Cost = AVC). Biaya variabel
rata-rata dalah biaya variabel total dibagi dengan jumlah produksi.TVC
AVC
= --------Q
(4)
Biaya Total Rata-Rata ( Average Total Cost = AC). Biaya total rata-rata adalah biaya total dibagi dengan
jumlah produksi.T C
AC
= --------- atau AC = AFC + AVC.
(5)
Biaya Marginal ( Marginal Cost =MC). Biaya marginal adalah tambahan
biayaproduksi yang digunakan untuk menambah produksi satu unit.
DTC
MC
= ---------DQ
Penerimaan (Revenue)
Penerimaan
adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya. Terdapat tiga konsep
penting tentang revenue yang perlu diperhatikan untuk analisis perilaku
produsen.
(1) Total Revenue (TR), yaitu total
penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya. Jadi, TR = Pq Q, dimana Pq
= harga output per unit; Q = jumlah output.
(2)
Average Revenue (AR), yaitu penerimaan produsen per unit output yang
dijual.
(3)
Marginal Revenue (MR), kenaikan TR yang disebabkan oleh tambahan penjualan
satu unit output.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas bahwa dalam melakukan kegiatan produksi banyak faktor yang
harus diperhatikan. Berbeda antara ilmu ekonomi kapitalis, sosialis, dan
ekonomi islam dalam mendefinisikan produksi, tujuan, dan faktor-faktor produksi
tersenut.
Pemenuhan
terhadap kebutuhan individu merupakan analisa penting yang digunakan para
ekonom kapitalis untuk mendefinisikan lebih lanjut dalam hal produksi, dan
sebaliknya bagi kaum sosialis. Berbeda diantara keduanya, islam telah
memberikan ruang yang berbeda dalam memandang kegiatan produksi. Bagi seorang
muslim tidak hanya melihat manfaat pada dirinya sendiri, namun apakah hal
tersebut (berproduksi) mempunyai nilai guna bagi yang lain, dan terdapat unsur
maslahah atau tidak. Karena hal ini dipandang dari tanggung jawab manusia
terhadap dirinya, lingkungan sosialnya, dan serta tanggung jawabnya terhadap
Allah swt. Tujuan seorang muslim tidak hanya bersifat sementara (duniawi)
tetapi sifatnya juga lebih jauh ke depan, yaitu pencapaian kesejahteraan
ukhrawi .
Dan
begitu juga dalam berproduksi islam tidak hanya menganjurkan hal-hal yang
bersifat halal, tetapi juga harus mengandung nilai yang baik (thoyyib).
DAFTAR PUSTAKA
http://zonaekis.com/
terima kasih masukannya,,,
BalasHapussemoga bermanfaat dan selalu berbagi
kita juga punya nih artikel mengenai 'Biaya Produksi', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/6236/1/JURNAL.pdf
trimakasih
semoga bermanfaat