CONTOH ANALISIS
KONTRAK PEMBIAYAAN MUDHARABAH
PADA
BMT MBA-ITS
Pada
contoh perjanjian ini, kami menganalisis berdasarkan bentuk dan substansi dari
format perjanjian tersebut. Beberapa bagian yang dianalisis antara lain :
1. Pendahuluan
perjanjian :
Pada
bagian pendahuluan perjanjian sudah terdapat beberapa hal yang harus di
cantumkan dalam pendahuluan kontrak akad syariah seperti ; lafal Bismillahi
rahmani rahim, pencantuman ayat ataupun hadis yang bekaitan dengan akad apa
yang akan digunakan dalam kontrak, penjelasan identitas nasabah yang akan
melakukan kontrak dan sebagainya.
Ada
beberapa hal yang dirasa perlu untuk di masukan dalam bagian pendahuluan kontrak
akad syariah pada BMT ini namun tidak di sertakan, seperti :
·
Premis / causa ( Dasar
akad ) mudharabah ini kurang jelas, tidak dirinci latar belakang yang menjadi
dasar kenapa akad ini dilakukan, serta mekanisme akad mudharabahnya tidak
dijelaskan. Seharusnya hal ini dijelaskan di awal, sehingga ketika membaca
bagian pendahuluan dari kontrak ini, sudah ada gambaran apa dasar atau latar
belakang dari kontrak ini. Harus dijelaskan
prinsip akad mudharabah secara umum, bahwa :
-
Para pihak akan
melaksanakan perjanjian pembiayaan mudharabah menurut ketentuan syari’ah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
kerugian yang timbul
bukan karena kelalaian pihak II akan sepenuhnya ditanggung oleh pihak I.
2. Substansi
/ Isi Pasal-pasal dalam Akad
·
Tidak ada definisi
ketentuan umum dimana seharusnya di cantumkan dalam pasal 1 sebuah kontrak akad.
Seharusnya definisi menjadi bagian penting dalam sebuah kontrak akad sebab
sangat penting dalam memahami kata-kata kunci yang ada dalam kontrak ini,
sehingga kata-kata tersebut dimengerti dan dipahami kedua belah pihak dengan
baik dan tidak menimbulkan salah penafsiran dikemudian hari. Beberapa kata yang
sebaiknya dijelaskan definisinya, antara lain :
-
Mudharabah
-
Nisbah
-
Bagi hasil
-
Modal
-
Agunan/jaminan
-
Wanprestasi
-
Denda
-
Keuntungan usaha
-
Kerugian usaha
-
Keuntungan bersih
dan beberapa kata lain
yang dianggap penting untuk dimengerti oleh nasabah pembiayaan.
·
Pasal 1 pada kontrak
yakni Landasan Perjanjian sebaiknya terdapat dalam bagian pendahuluan
akad. Dan pasal satu diganti menjadi Definisi.
Dalam Pasal 3
Penggunaan sebaiknya disatukan dengan isi dari pasal 2 sehingga pasal 2 menjadi
Jumlah Pembiayaan dan Penggunaannya. Sebab jumlah pembiayaan dan
penggunaannya merupaka satu klausul yakni klausul objek akad. Pada pasal 2
terdapat kekurangan mengenai penjelasan jumlah pembiayaan. Seperti pada contoh:
Pasal 2
PEMBIAYAAN DAN PENGGUNAAN
Bank berjanji dan
dengan ini mengikatkan diri untuk menyediakan fasilitas pembiayaan kepada
NASABAH sampai sejumlah Rp .................- (........................................................)
secara sekaligus atau bertahap sesuai dengan permintaan NASABAH yang
semata-mata akan dipergunakan untuk keperluan
................................................... sesuai dengan rencana kerja
yang disiapkan oleh NASABAH yang disetujui BANK, yang dilampirkan pada dan
karenanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari Akad ini.
·
Pada pasal 4 tidak ada
penjelasan mengenai pencairan pembiayaan.
·
Pada pasal 5 tentang
nisbah bagi hasil dan pembayaran pokok hanya dijelaskan presentase nisabah bagi
hasil tidak dijelaskan pernyataan-pernyataan seperti :
-
BMT telah menentukan
secara sepihak presentase bagi hasil dengan nilai yang telah ditetapkan,
padahal seharusnya penentuan nisbah bagi hasil/keuntungan sebaiknya ditentukan
oleh kesepakatan kedua pihak. Hal ini sesuai dengan Fatwa DSN MUI
07/DSN-MUI/IV/2000: Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Dimana disebutkan
pada ketentuan pembiayaan point ke tiga yakni “ Jangka waktu usaha, tata
cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak ( LKS dengan Pengusaha )
·
Pada pasal 6 Teknis
Pembayaran tidak ditentukan tentang ketentuan waktu penyerahan pembayaran
nisbah bagi hasilnya, apakah setiap bulan ataukah setelah jatuh tempo yang
telah di tentukan.
Ada
beberapa ketentuan pasal yang seharusnya penting untuk di cantumkan dalam
kontrak akad namun BMT tidak
memasukkannya dalam Kontrak Akadnya, seperti :
-
Pasal Risiko Kerugian
Dimana pernyataan bahwa
BMT akan menanggung bagi rugi jika memang terjadi kerugian di luar kelalaian
nasabah pembiayaan.
kewajiban memilkul
kerugian yang tidak disebabkan kesalahan salah satu pihak dinyatakan sebagai
resiko. Kewajiban beban kerugian yang disebabkan oleh kejadian di luar
kesalahan salah satu pihak dalam akad, dalam perjanjian sepihak dipikul oleh
pihak peminjam. Sedangka kewajiban beban kerugian yang disebabkan oleh kejadian
di luar kesalahan salah satu pihak dalam perjanjian timbal balik, dipikul oleh
pihak yang memijamkan.
-
Pasal Cidera Janji
Pasal ini menjadi suatu
hal yang penting karena didalamnya dinyatakan tentang aturan ketika nasabah
melakukan wanprestasi.
-
Pasal Pelanggaran
Pasal ini berisi
tentang kemungkinan pelanggaran yang akan dilakukan oleh nasabah pembiayaan dan
apa-apa saja yang tindakan yang menjadi sebuah pelanggaran.
-
Pasal Asuransi
Pasal ini menjadi
dirasa penting sebab didalamnya berisi perjanjian nasabah untuk membayar
asuransi atas akadnya sebagai antisipasi ketika terjadi hal yang tidak di
inginkan pada objek akad ataupun yang lainnya.
·
Dalam pasal 8
Penyelesaian Masalah BMT seharusnya tidak menyatakan bahwa ketika terjadi
permasalahan maka keputusan BMT merupakan keputusan akhir yang mengikat.
Pernyataan
ini dirasa merugikan nasabah pembiayaan karena bisa saja BMT memutuskan sebuah
permasalahan secara sepihak, maka untuk lebih baiknya keputusan permasalahan
dapat dirujuk kepada lembaga terkait yang memiliki wewenang seperti Badan
Arbitrasi Syariah ataupun Pengadilan Agama. (Fatwa DSN MUI 07/DSN-MUI/IV/2000):
Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Dimana disebutkan pada ketentuan hukum
pembiayaan point ke empat yakni “ jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibanny, atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
·
Pada pasal PENUTUP
kurang lengkap, karena tidak ada
pernyataan penutup terlebih dahulu seperti pada contoh:
PENUTUP
-
Apabila ada hal-hal
yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam akad ini, maka NASABAH dan BANK
akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat dalam suatu Addendum.
-
Tiap Addendum dari akad
ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
-
Surat Akad ini dibuat
dan ditandatangani oleh NASABAH dan BANK diatas kertas yang bermaterai cukup
dalam rangkap 2 (dua) yang masing-masing berlaku sebagai aslinya bagi
kepentingan masing-masing pihak.
·
Telah terdapat
ketentuan tanda tangan di akhir akad sebagai pengesahanseuai dengan pasal 1879
ayat 1 KUHperdata. Namun tidak di tambah dengan Materai sebagai bukti kekuatan
hukum dari sebuah perjanjian tertulis. ( pasal 1870 KUHperdata )
Contoh Analisis Kontrak Pembiayaan Mudharabah di BMT